Jumat, 15 Juni 2012

MAKALAH TENTANG PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA” makalah ini diajukan untuk guna melengkapi nilai dan tugas Bahasa Indonesia.
            Dalam penyusunan makalah ini dengan usaha dan kerja keras serta dukungan dari berbagai pihak, penulis telah berusaha untuk dapat memberikan serta mencapai hasil yang semaksimal mungkin sesuai dengan harapan, walaupun di dalam pembuatan makalah ini penulis menghadapi berbagai kesulitan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang penulis miliki.
            Oleh sebab itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang sangat membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, semoga kebaikan dan bantuan yang telah diberikan akan dapat balasan-Nya, serta penulis berharap sekiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Sambas, 12 Juni 2012



              Dinnirwan Rusti
     




Daftar Isi

Kata Pengantar………………………………………………………………………
Daftar Isi……………………………………………………………………………
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………
            1.1 Latar Belakang…………………………………………………………
            1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………
            1.3 Tujuan…………………………………………………………………
            1.4 Metode dan Prosedur……………………………………………………
Bab II Pembahasan…………………………………………………………………
            2.1 Definisi Pengangguran……………………………………………………
            2.2 Jenis-Jenis Pengangguran………………………………………………
            2.3 Sebab-Sebab Terjadinya Pengangguran…………………………………
            2.4 Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Pengangguran……………
            2.5 Kebijakan-Kebijakan Pengangguran……………………………………
            2.6 Definisi Kemiskinan……………………………………………………
            2.7 Jenis-Jenis Kemiskinan Dan Definisinya………………………………
            2.8 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan………………………………….
            2.9 Kebijakan Antikemiskinan………………………………………………
Bab III Penutup………………………………………………………………………
            3.1 Kesimpulan………………………………………………………………
            3.2 Saran………………………………………………………………………
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………











BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran.di.Indonesia.bertambah.
Sampai Agustus 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,14% atau 8,32 juta orang dari jumlah angkatan kerja yang berjumlah 116,53 juta orang. Demikian disampaikan oleh Kepala BPS Rusman Heriawan dalam jumpa pers di kantornya Jalan DR. Soetomo, Jakarta, Rabu (1/12/2010). "Dibandingkan Agustus 2009, jumlah pengangguran di Indonesia semakin berkurang. Pada Agustus 2010 7,14%, sementara di Agustus 2009 7,87%," ujar Rusman. Secara jumlah, total pengangguran di Indonesia pada Agustus 2010 juga menurun, dari 8,96 juta orang di Agustus 2009 menjadi 8,32 juta orang di Agustus 2010. "Penurunannya karena pertumbuhan ekonomi, kalau bagus akan banyak lapangan kerja yang tumbuh. Semua lapangan kerja naik, kecuali pertanian turun 117 ribu orang (0,28%)," ujar Rusman. Selain itu lapangan kerja di sektor transportasi, pergudangan, dan telekomunikasi juga menurun 500 ribu orang atau 8,16%. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 mengalami kenaikan terutama di sektor industri sebesar 772 ribu orang (5,91%) dan sektor konstruksi sebesar 748 ribu orang (15,44%). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian sebesar 1,3 juta orang (3,11%) dan sektor transportasi sekitar 198 ribu orang (3,41%). Sektor pertanian, perdagangan, jasa kemasyarakatan dan sektor industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2010.Selain masalah di atas, masalah kependudukan yang berhubugan erat dengan pengangguran adalah kemiskinan, Sejak tahun 2002, sebuah tim yang terdiri dari para analis Indonesia dan manca negara, dibawah naungan Program Analisa Kemiskinan di Indonesia (INDOPOV) di kantor Bank Dunia Jakarta, telah mempelajari karakteristik kemiskinan di Indonesia. Mereka telah berusaha untuk mengidentifikasikan apa yang bermanfaat dan tidak bermanfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan untuk memperjelas pilihan-pilihan apa saja yang tersedia untuk Pemerintah dan lembaga-lembaga non-pemerintah dalam upaya mereka untuk memperbaiki standar dan kualitas kehidupan masyarakat miskin Makalah mencoba untuk menganalisa sifat multi-dimensi dari pengangguran dan kemiskinan di Indonesia pada saat ini melalui pandangan baru yang didasarkan pada perubahan-perubahan penting yang terjadi di negeri ini selama satu dekade terakhir. Sebelum ini, Bank Dunia telah menyusun Kajian-Kajian Kemiskinan, yaitu pada tahun 1993 dan 2001, namun kajian-kajian tersebut tidak membahas masalah kemiskinan secara mendalam. Kajian ini memaparkan kekayaaan pengetahuan yang dimiliki oleh Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia dan penulis berharap bahwa kajian ini akan menjadi sumbangan penting untuk menghangatkan diskusi kebijakan yang ada dan, pada akhirnya akan membawa perubahan dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
Bagaiman Keadaan Pengangguran Dan Kemiskinan Di Indonesia Serta Apa Saja Kebijakan Untuk Mengatasi Masalah Tersebut?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui keadaan pengangguran dan kemiskinan di Indonesia serta langkah apa saja untuk menghadapi permasalahan tersebut.

1.4 Metode dan Prosedur
Metode yang digunakan penulis dalam metode penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan informasi dari berbagai buku dan browsing di internet.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Pengangguran
Definisi pengangguran secara teknis adalah semua orang dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja yang tidak bekerja, baik dalam arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempunyai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut. Selain definisi di atas masih banyak istilah arti definisi pengangguran diantaranya:
Menurut Sadono Sukirno Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Menurut Payman J. Simanjuntak Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.
Definisi pengangguran berdasarkan istilah umum dari pusat dan latihan tenaga kerja Pengangguran adalah orang yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun dapat dan mampu melakukan kerja. Definisi pengangguran menurut Menakertrans Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

2.2 Jenis-Jenis Pengangguran
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1.      Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.      Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.      Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1.      Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
2.      Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat permintaan berkurang, akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi, akibat kebijakan pemerintah.
3.      Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
4.      Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
5.      Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
6.      Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).


2.3 Sebab-Sebab Terjadinya Pengganguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
1.      Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2.      Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3.      Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang.
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4.      Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia.
5.      Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.

2.4. Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian  
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi , yaitu:

2.4.1 Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
a)      Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
b)      Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
c)      Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
2.4.2 Dampak pengangguran terhadap Individu yang Meng-alaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
a)      Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
b)      Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
c)      Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.

2.5 Kebijakan – Kebijakan Pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
2.5.1 Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
a)      Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
b)      Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
c)      Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
d)      Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
2.5.2 Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
a)      Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya
b)      Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
c)      Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
d)      Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya
e)      Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
2.5.3 Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
a)      Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
b)      Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.

2.5.4 Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
a)      Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
b)      Meningkatkan daya beli masyarakat.

2.6 Defenisi Kemiskinan
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.
2.7 Jenis-Jenis Kemiskinan Dan Definisinya
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
v  Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
v  Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

2.8 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan


1.      Tingkat dan laju pertumbuhan output
2.      Tingkat upah neto
3.      Distribusi pendapatan
4.      Kesempatan kerja
5.      Tingkat inflasi
6.      Pajak dan subsidi
7.      Investasi
8.      Alokasi serta kualitas SDA
9.      Ketersediaan fasilitas umum
10.  Penggunaan teknologi
11.  Tingkat dan jenis pendidikan
12.  Kondisi fisik dan alam
13.  Politik
14.  Bencana alam
15.  Peperangan



2.9 Kebijakan Antikemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni :
1.      Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan.
2.      Pemerintahan yang baik (good governance).
3.      Pembangunan sosial.

Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu :
a)      Intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b)      Intervensi jangka menengah dan panjang meliputi: Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan                                



























BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengangguran di Indonesia kondisinya saat ini sangat memprihatnkan, banyak sekali terdapat pengangguran di mana-mana. Penyebab pengangguran di ndonesia ialah terdapat pada masalah sumber daya manusia itu sendiri dan tentunya keterbatasan lapangan pekerjaan. Indonesia menempati urutan ke 133 dalam hal tingkat pengangguran di dunia, semakin rendah peringkatnya maka semakin banyak pulah jumlah pengangguran yang terdapat di Negara tersebut. Untuk mengatasi masalah pengangguran ini pemerintah telah membuat suatu program untuk menampung para pengangguran. Selain mengharapkan bantuan dari pemerintah sebaiknya kita secara pribadi juga harus berusaha memperbaiki kualitas sumber daya kita agar tidak menjadi seornag pengangguran dan menjadi beban pemerintah.
Dengan besarnya tingkat pengangguran tersebut maka semakin besar pula tigkat kemiskinan di Indonesia. Indonesia yang sekarang tentu saja sangat berbeda dari Indonesia satu dekade yang lalu. Maka bukan hal yang mengejutkan apabila strategi-strategi pengentasan kemiskinan telah berubah seiring dengan perubahan yang telah dialami oleh Indonesia oleh karena itu dibuatlah makalah yang berjudul “Pengentasan Kemiskinan” dan penulis sangat berharap bahwa kajian kemiskinan ini dapat menjadi sumbangan berarti dalam menghadapi berbagai tantangan.

3.2 Saran
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.





Daftar Pustaka

http://bangaisabe.blogspot.com/2008/11/pengangguran-di-indonesia-semakin.html
http://elektrojoss.wordpress.com/2007/06/12/tiga-faktor-mendasar-penyebab-masih- tingginya-pengangguran-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2001/07/21/0018.html
http://www.scribd.com/doc/15891512/Makalah-Masalah-Kemiskinan-Ekonomi

MAKALAH KEMISKINAN DI INDONESIA

Kata Pengantar

Marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyusun makalah ini secara singkat untuk dapat memenuhi tugas dari guru pembimbing.
Dalam menyusun makalah ini, tentu masih terdapat kekurangan maupun kekeliruan, baik bahasa maupun kalimatnya. Untuk itu sebagai penulis kami sangat mengharapkan saran dan kritikan yang konstruktif demi sempurnanya penyusunan makalah kami ini.
Selanjutnya tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam makalah ini, yang tidak mungkin kami sebutkan sebutkan satu persatu sampai makalah ini dapat dicetak.
Akhirnya teriring doa semoga penjelasan dalam makalah ini dapat diterima oleh guru pembimbing.




Sambas, 12 Juni 2012


              Dinnirwan Rusti








Daftar Isi

Kata Pengantar................................................................................................................
Daftar Isi.........................................................................................................................
Bab I Pembahasan..........................................................................................................
A.     Latar Belakang.....................................................................................................
B.     Rumusan Masalah...............................................................................................
C.     Tujuan Pembahasan............................................................................................
Bab II Pembahasan..........................................................................................................
A.     Konsep Dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia........................
B.     Kriteria Kemiskinan Bank Dunia.........................................................................
C.     Penyebab Kegagalan............................................................................................
D.     Strategi Penanggulangan Kemiskinan.....................................................................
Bab III Penutup...................................................................................................................
A.     Kesimpulan..........................................................................................................
B.     Saran....................................................................................................................


















BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia?
2.      Bagaimana Kriteria Kemiskinan Bank Dunia?
3.      Apa Penyebab Kegagalan Program Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia?
4.      Bagaimana Strategi Penanggulangan Kimiskinan di Indonesia?

C.     Tujuan Pembahasan
1.      Memberikan gambaran keadaan kemiskinan di Indonesia.
2.      Dengan mengetahui tingkat kemiskinan dan apa-apa saja yang menyebabkan kemiskinan kita akan bisa dengan mudah menentukan arah kebijakan.








BAB II
PEMBAHASAN

A.     Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia
Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin, pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan,dan ekonomi (konsumsi/kapita). Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985).
Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.
Keterbatasan kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004); Kasus mengenai gizi buruk tahun ini meningkat cukup signifikan, pada tahun 2005 tercatat 1,8 juta jiwa anak balita penderita gizi buruk, dan pada bulan Oktober 2006 sudah tercatat 2,3 juta jiwa anak yang menderita gizi buruk.
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedangkan masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Demikian juga persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, pada penduduk miskin hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (BPS, 2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin.
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan ditunjukkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha juga ditunjukkan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Keterbatasan akses layanan perumahan dan sanitasi ditunjukkan dengan kesulitan yang dihadapi masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering dalam memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai.
Keterbatasan akses terhadap air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Dalam hal lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Dilihat dari lemahnya jaminan rasa aman, data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun (1997-2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik.
Lemahnya partisipasi masyarakat ditunjukkan dengan berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka. Dilihat dari besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi, menurut data BPS, rumahtangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumahtangga miskin di pedesaan adalah 4,8 orang.

B.     Kriteria Kemiskinan Bank Dunia
Publikasi Bank Dunia (2001) berisi pembahasan komprehensif tentang agenda penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Salah satu tema yang dikemukakan adalah perlunya memperluas definisi, fakta, dan tujuan dari program anti kemiskinan. Selain "pujian" bahwa sampai dengan krisis 1997-98 Indonesia mampu mencapai hasil "spektakuler" dalam mengurangi jumlah penduduk miskin, Bank Dunia juga memberikan kritik bahwa pendekatan yang diterapkan Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan terlalu menitikberatkan pada target angka. Garis kemiskinan misalnya, ditekankan pada pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam arti yang sangat sempit. Target angka dikombinasikan dengan pendekatan pembangunan yang bersifat atas-bawah telah mengesampingkan banyak dimensi kemiskinan yang meskipun sulit diukur, tetapi sangat penting. Dengan hanya melihat mereka yang secara statistik masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan, pendekatan ini menyempitkan ruang lingkup kemiskinan dan menjauhkan dari realitas penduduk miskin yang lebih dinamis.
Mengabaikan angka dan menjauhkan diri dari target matematik tentu juga tidak mungkin, karena bagaimanapun angka tetap diperlukan. Di lain pihak, terlalu menitikberatkan pada pencapaian target statistik juga tidak bijaksana karena terlalu menyederhanakan masalah. Bank Dunia kemudian merekomendasikan penggunaan indikator pembangunan internasional yang disusun oleh wakil dari komunitas internasional dan Indonesia termasuk salah satu anggotanya. Perluasan target penanggulangan kemiskinan seperti disarankan oleh Bank Dunia tersebut lebih terfokus pada kedalaman target yang telah ditetapkan selama ini. Pada dimensi standar kehidupan materiil misalnya, proporsi penduduk miskin tahun 1999 adalah 27%, sehingga kemungkinan target pada tahun 2004 adalah sebesar 13,5%. Pada dimensi sumber daya manusia dapat juga dikembangkan target misalnya angka tamat pendidikan dasar pada kelompok penduduk paling miskin, tingkat kematian bayi maupun tingkat kesehatan. Demikian pula akses terhadap prasarana, apakah akses kelompok paling miskin terhadap sumber daya air maupun sanitasi dapat ditingkatkan lima tahun mendatang. Peningkatan partisipasi kalangan penduduk miskin dalam keputusan politik setempat yang memengaruhi kehidupan mereka, melalui program tertentu, merupakan hal yang tidak kalah pentingnya.
Selama kurun waktu 1975–1995 Indonesia telah berhasil dalam mengurangi kemiskinan terutama diukur melalui penurunan jumlah penduduk miskin dari 64,3% pada tahun 1975 menjadi hanya 11,4% pada tahun 1995. Pada tahun yang sama umur harapan hidup mengalami peningkatan dari 47,9 tahun menjadi 63,7 tahun, angka kematian bayi per seribu kelahiran bisa ditekan dari 118 menjadi 51, tingkat partisipasi sekolah dasar meningkat dari 75,6 menjadi 95, dan tingkat partisipasi sekolah menengah juga meningkat dari 13 menjadi 55%.
Ukuran yang digunakan untuk mengukur kemiskinan dengan paritas kekuatan pembelian, yaitu penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Tamar Manuelyan Atinc). Bank Dunia melaporkan bahwa 49% dari seluruh penduduk Indonesia hidup dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Dalam hitungan per kepala, 49% dari seluruh penduduk Indonesia berarti 108,78 juta jiwa dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia.
Di Indonesia pada tahun 1999, penduduk yang hidup di bawah 1 dollar per hari sebanyak 7,7 persen. Namun, jika dihitung dengan menggunakan 2 dollar AS per hari ada 55 persen. Perbedaan angka yang jauh ini, yakni dari 55 persen ke 7,7 persen memiliki makna bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di atas 1 dollar AS per hari, tapi masih di bawah 2 dollar AS. Pemerintah harus menjaga kestabilan makro ekonomi kalau tidak mau jumlah penduduk miskin bertambah.
Secara umum, indikator untuk mengukur kaya, miskin, setengah miskin, hingga sangat miskin, sebaiknya dilakukan oleh masyarakat. Orang miskin yang aktif bekerja ini dalam terminologi World Bank disebut economically active poor atau pengusaha mikro. Dan meninjau struktur konfigurasi ekonomi Indonesia secara keseluruhan, dari 39,72 juta unit usaha yang ada, sebesar 39,71 juta (99,97%) merupakan usaha ekonomi rakyat atau sering disebut usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dan bila kita menengok lebih dalam lagi, usaha mikro merupakan mayoritas, sebab berjumlah 98% dari total unit usaha atau 39 juta usaha (Tambunan, 2002).
1.Usaha Mikro
Keberadaan usaha mikro, merupakan fakta semangat jiwa kewirausahaan sejati di kalangan rakyat yang bisa menjadi perintis pembaharuan. Menyadari realitas ini, memfokuskan pengembangan ekonomi rakyat terutama pada usaha mikro merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan broad based development atau development through equity. Disamping mengakomodasi pemerataan seperti disebut di atas, mengembangkan kelompok usaha ini secara riil strategis, setidaknya dilihat beberapa alasan yaitu: 1) mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas bukan penumbuhan, sehingga lebih mudah dan pasti; 2) apabila kelompok ini diberdayakan secara tepat, mereka akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; 3) secara efektif mengurangi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri, maupun membantu penanganan rakyat miskin kategori fakir miskin, serta usia lanjut dan muda. Tabel di bawah ini memperlihatkan peran strategis dari usaha mikro (oleh World Bank disebut economically active poor) dalam mengurangi kemiskinan.
Melihat peran dari usaha mikro yang sangat strategis, timbul pertanyaan mengapa usaha ini kebanyakan sulit berkembang. Untuk menelusuri hal tersebut, tabel di bawah ini akan menunjukkan berbagai persoalan yang menjerat para pengusaha mikro. Bagi pengusaha mikro, persoalan permodalan (aksesibilitas terhadap modal) ternyata merupakan masalah yang utama.
Jenis Kesulitan Usaha Mikro

Jenis Kesulitan
IKR
IK
1. Kesulitan modal
34.55%
44.05%
2. Pengadaan bahan baku
20.14%
12.22%
3. Pemasaran
31.70%
34.00%
4. Kesulitan lainnya
13.6%
9.73%

Sumber: Data BPS terolah (1999)
IKR: Industri Kecil Rumah Tangga
IK: Industri Kecil
Masyarakat lapisan bawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh (undeserved) dan tidak dianggap memiliki potensi dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju perkembangan ekonominya terhambat pada tingkat subsistensi saja. Kelompok masyarakat ini dinilai tidak layak bank (not bankable) karena tidak memiliki agunan, serta diasumsikan kemampuan mengembalikan pinjamannya rendah, kebiasaan menabung yang rendah, dan mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi tersebut, maka aksesibilitas dari pengusaha mikro terhadap sumber keuangan formal rendah, sehingga kebanyakan mereka mengandalkan modal apa adanya yang mereka miliki. Tabel data di bawah ini akan memperlihatkan realitas tersebut.
Darimana Modal Diperoleh

Uraian
IKR
IK
_ Modal Sendiri
_ Modal Pinjaman
_ Modal Sendiri dan Pinjaman
90.36%
3.20%
6.44%
69.82%
4.76%
25.42%
Jumlah
100%
100%
Asal Pinjaman
_ Bank
_ Koperasi
_ Institusi Lain
Lain-lain
18.79%
7.09%
8.25%
70.35%
59.78%
4.85%
7.63%
32.16%

Sumber: Data BPS terolah (1998)
Salah satu cara untuk memecahkan persoalan yang pelik itu, yaitu pembiayaan masyarakat miskin pengusaha mikro, adalah melalui keuangan mikro. Di Indonesia sendiri hal itu bukan barang baru. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan sejak 100 tahun lalu pun sudah mengarah seperti itu. Dalam lingkup dunia, pendekatan kredit mikro mendapatkan momentum baru, yaitu dengan adanya Microcredit Summit (MS) yang diselenggarakan di Washington tanggal 2-4 Februari 1997.
MS merupakan tanda dimulainya gerakan global pemberdayaan masyarakat dengan penguatan dana kepada masyarakat dengan berdasarkan pengalaman dari banyak negara. MS juga memberi semacam semangat baru karena MS tidak hanya menampilkan keragaan keberhasilan kegiatan keuangan mikro dalam memberdayakan masyarakat (perekonomian rakyat), tetapi juga mematrikan suatu janji bersama untuk menanggulangi kemiskinan global sebanyak 100 juta keluarga (atau sekitar 600 juta jiwa).
Keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro (microenterprises) untuk meningkatkan usahanya, setelah itu usaha mereka akan berjalan lebih lancar dan lebih "besar". Kebutuhan dana bagi microenterprises setelah mendapat dukungan modal itu akan meningkat, sehingga dibutuhkan Lembaga Keuangan Masyarakat (Mikro) yang dapat secara terus-menerus melayani kebutuhan mereka.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah, 1996-2005

Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (juta)
Persentase Penduduk Miskin
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
1996
9,42
24,59
34,01
13,39
19,78
17,47
1998
17,6
31,9
49,5
21,92
25,72
24,23
1999
15,64
32,33
47,97
19,41
26,03
23,43
2000
12,3
26,4
38,7
14,6
22,38
19,14
2001
8,6
29,3
37,9
9,76
24,84
18,41
2002
13,3
25,1
38,4
14,46
21,1
18,2
2003
12,2
25,1
37,3
13,57
20,23
17,42
2004
11,4
24,8
36,1
12,13
20,11
16,66
2005
12,4
22,7
35,1
11,37
19,51
15,97

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Berita Resmi Statistik No. 47 / IX / 1 September 2006. 3
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2005 berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya kecenderungan menurun pada periode 2000-2005 (Tabel 1). Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.

C.     Penyebab Kegagalan
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal tersebut antara lain berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.

D.     Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Untuk mencapai sasaran penurunan angka kemiskinan KPK menetapkan strategi pemberdayaan masyarakat melalui 2 (dua) cara yaitu pertama, mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin dan kedua, meningkatkan produktivitas masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatannya. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat terutama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang meliputi penajaman program, pendanaan, dan pendampingan. Pendampingan yang dimaksud di sini adalah program penyiapan, pemihakan dan perlindungan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya masyarakat dan kelembagaannya sebagai pemanfaat program agar pendanaan yang disalurkan dapat terserap dan termanfaatkan dengan baik.










BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Salah satu tujuan utama dari proses pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil secara adil dan merata. Tujuan ini akan tercapai bila bangsa Indonesia mampu menanggulangi kemiskinan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah dengan memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah karena usaha ini telah mampu membuktikan diri sebagai landasan perekonomian Indonesia melalui ketahanan diri yang dibuktikan selama krisis ekonomi melanda Indonesia. Selain itu UMKM merupakan sektor yang diperani oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Usaha pemberdayaan dan pengembangan UMKM dalam rangka penanggulangan kemiskinan ini tidak dapat dilakukan secara individual namun harus melibatkan berbagai stakeholder yang ada seperti pemerintah, dunia usaha, dan swasta yang merupakan sektor yang menjadi landasan perekonomian Indonesia, LSM, akademisi, lembaga-lembaga donor, dan lain-lain.
Pengembangan UMKM dalam konteks penanggulangan kemiskinan tidak bisa lepas dari peran LKM karena LKM merupakan pihak yang selama ini mampu memberikan dukungan kepada UMKM khususnya dalam hal sumberdaya finansial di saat pihak perbankan komersial tidak mampu menjangkaunya karena karakteristik yang melekat pada UMKM sendiri. Berangkat dari fenomena ini maka tidak dapat dipungkiri bahwa pemberdayaan LKM merupakan salah satu prasyarat mutlak yang harus dipenuhi dalam rangka pengembangan UMKM yang diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan. Pemberdayaan LKM harus mencakup dua aspek, yaitu aspek regulasi dan penguatan kelembagaan. Kedua aspek ini tidak boleh berdiri sendiri namun harus saling terkait dan mendukung sehingga mampu membentuk sinergi dalam mengembangkan UMKM yang diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan.

B.     Saran
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.





Daftar Pustaka
http://lurahkayangan.blogspot.com/2012/06/makalah-perekonomian-indonesia.html